Welcome

WELCOME! YOU FOUND MY PAGE! ENJOY IT :)

Thursday, December 27, 2012

Akar kasih sayang


Ditemani hangatnya siraman cahaya matahari pagi, aku terbangun dari tidur lelapku. Rasa senang dan penasaran menyelimuti hati kecilku. Bayangkan betapa tak sabarannya semua bocah ingusan sepertiku. Ya, menunggu hari pertama sekolah, hari pertama masuk TK. Hari itu tahun 2002 aku tak tahu tepatnya tanggal berapa.
                Senang biarlah senang, tapi sifat pemalu ku masih tetap melekat erat di jiwaku. Begitu masuk kelas... tanpa kusadari aku meneteskan air mata, entah karena terharu atau ada yang mengejekku? Hanya aku yang tahu, aku penakut. Ibuku terus menenangkanku dan memaksaku dengan lembut untuk masuk kedalam kelas. Aku pun menyerah.
                Hari demi hari pun kulewati dengan ceria, tepatnya ceria duduk manis di tempat duduk dan mengunci mulutku rapat-rapat. Ibuku tidak menungguku di sekolah sampai aku pulang, ibuku datang beberapa menit setelah bel pulang berbunyi. Semua kujalani denga ceria, benar-benar ceria. Walaupun aku tidak mengerti ceria apa yang kumaksud.
                Suatu hari setelah aku pulang sekolah, dengan baju yang penuh dengan peluh akhirnya aku pun tertidur lelap di ranjangku. Tak peduli ibuku memarahiku dari depan pintu kamar. Ya, hari itu sungguh panas, selama perjalan pulang dengan angkot 12 pun aku terus mengeluh kepanasan. Aku sekarang telah jauh di alam mimpi, tak peduli ayahku ikut memarahiku, aku menikmati mimpi aneh ku siang itu. Semua terjadi begitu saja.
                Saat senja pun tiba, mewarnai alam dengan cahaya orange bergoreskan tinta merah. Suara nyiur melambai menghempaskan sebuah jiwa baru di dalam tubuhku.  Aku terbangun, dan kudapati suaraku yang amat serak. Sesekali aku mengeluarkan dahak, bagaimana kalau ibuku mendengar? Batuk, ya,  itu nama penyakit ini. Kubawa gulingku untuk menutupi suara batukku. Sampai-sampai kakakku kebingungan melihatku.
                Ibuku semakin curiga denganku, dan aku pun tidak mungkin membawa guling tersebut ke sekolah. Akhinya aku mengaku, “maa, batuk..” wajahku memelas. Ibuku menceramahiku pagi itu. Dan akhirnya aku terlambat masuk sekolah. Sepulang sekolah, ibuku mengajakku untuk berobat ke puskesmas dekat sekolah kakakku.
                Benar saja, aku mendapatkan satu obat sirup dan dua obat tablet. Dan setelah makan siang hari itu, aku harus menelannya dengan ceria –aku masih belum mengerti kenapa aku harus ceria. Ibuku membelah menjadi dua kedua obat tablet itu dan memberikan sepotong kepadaku, aku hanya menggeleng-geleng takut. Akhirnya ibuku menumbuk kedua obat tablet itu dan menyiraminya dengan air. “paitnya gak akan kerasa kok!”. Aku hanya pasrah, dan akhirnya aku meneguknya dengan cepat. Sekarang aku tidak mengerti arti pahit yang ibuku maksud.
                Dua minggu berlalu, obat dari puskesmas pun sudah habis kulahap. Kenyataannya batukku tidak hilang juga. Akhirnya orang tuaku mengajakku ke dokter THT (telinga hidung tenggorokan), akhirnya aku minum obat lagi. Kali ini bukan tablet namun kapsul. Dan lagi-lagi dengan terpaksa aku menelannya. Aku sampai muntah saat mencoba memaksa kapsul itu masuk tenggorokanku.
                 3 minggu berlalu, kupikir aku akan sembuh. Namun kehendak-Nya berkata lain. Batukku semakin parah, orang tuaku sampai tidak bisa tidur karena aku. Bagaimana lagi, aku tidak bisa tidur di ranjangku karena batukku akan kambuh bila tidur di ranjangku. Dengan berbaik hati ibuku meminjamkan pangkuannya agar aku bisa tidur. Beliau duduk tegap sambil terkantuk kantuk –walaupun sebenarnya beliau ingin tidur di ranjangnya. Teh bagiku serasa pahit, lidahku sepertinya sudah akrab dengan rasa pahit.
                Sampai saatnya aku pindah dari TK-A ke TK-B, batukku masih parah! Dan akhirnya ayahku membawa keluargaku ke Padang –sekalian mengisi liburan. Ya, liburanku penuh dengan berbagai pengobatan. Dari Rontgen, tapi aku tidak sembuh juga. Kemudian tengah malam sekali, aku dibawa pergi ke rumah sakit Suliki –rumah sakit daerah Padang khusus penyakit tenggorokan. Aku tidak mendapat kepastian untuk sembuh. Ibuku terlihat sedih dengan keadaanku.
                Dan akhirnya kami kembali pulang ke Palembang. Aku sekarang melakukan terapi setiap harinya. Tanpa putus asa kedua orang tuaku berusaha untuk kesembuhanku. Namun hasilnya nihil. Aku merasa bersalah, kenapa aku harus sakit seperti ini? Hanya penyakit sederhana dan tidak terlalu membahayakan saja sampai segininya! Dan akhirnya ada teman ayahku yang menyarankan agar aku minum jeruk nipis panas dengan tambahan kecap manis. Ibuku pun tergerak untuk memberikan ramuan itu tiap malam.
                Seminggu berakhir.. hasilnya tetap nol. Ramuan itu pun tidak manjur. Ibuku terdiam lesu di meja makan. Dinginnya angin malam mendamaikan suasana hatiku, jaket tebalku tetap tidak bisa melindungiku dari hempasan angin yang kencang, batukku pun semakin parah.  Aku menghampiri ibuku. “ma, jeruk nipisnya mana?” tanyaku. Ibuku tetap melamun dan menatap kosong jeruk nipis panas yang dicampur kecap manis yang baru saja dibuatnya. Ibuku menatapku sesaat dan mengambil mangkuk kecil berisi ramuan sederhana itu. Ia menyuapiku perlahan dengan sendok kemudian mengacak-acak rambutku sambil berbisik “cepat sembuh ya, nak!” –senyuman itu tak pernah kulupakan, sampai sekarang aku berdiri disini.
                Ditemani pagi hari yang cerah bermandikan sinar biru bercahaya. Senyuman bodoh terukir di wajahku. Sebuah anugrah untuk sembuh telah diberikan-Nya. Tidak secara langsung, namun bertahap. Agar aku bisa menghargainya. Batuk terbilang penyakit sederhana yang tidak perlu dikhawatirkan. Namun batuk berskala panjang, membuatku tersiksa, mungkin setara sakitnya bagi mereka yang punya penyakit berat yang membutuhkan pengobatan super mahal.
                Kusebut ini pelajaran, bukan cobaan. Akar dari kasih sayang yang mungkin sekarang tidak kurasakan. Tapi aku pernah merasakannya sebagai akar, sebagai pondasi yang kuat. Mungkin buahnya kini sudah busuk, namun akarnya tetap akan terus tertanam kuat didalam tanah. Aku tidak menyesalinya, karena sekarang aku tahu, mereka tidak akan pernah membenciku.

Friday, December 14, 2012

Just A Step Away - Carly Rae Jepsen

In the space between the wordsIn the silence of your eyesIn the hands that know the touchIt’s the way I feel inside
Here we areDancing cross this floor togetherWith every step I take I seem to want you more than everYou made me love youLook into my eyesI want to tell you
I’ll never let you downAnd I’ll never go awayAnd if your ever feeling downI’m just a step away
I’ll never let you downAnd I’ll never go awayAnd if your ever feeling downI’m just a step, just a step, just a step away
It’s the beating of your heartIt’s the tear I have to hideIt’s the sound of your guitarIt’s the way I feel inside
Here we areDancing cross this floor togetherWith every step I take I seem to want you more than everYou made me love youLook into my eyesI want to tell you
I’ll never let you downAnd I’ll never go awayAnd if your ever feeling downI’m just a step away
I’ll never let you downAnd I’ll never go awayAnd if your ever feeling downI’m just a step, just a step, just a step away
If you need a shoulderOr someone to hold youI’ll keep my arms open wideI’ll be the one who loves youI’ll be right there by your side
Here we areDancing cross this floor togetherWith every step I take I seem to want you more than everYou made me love youLook into my eyesI want to tell you
I’ll never let you down (I’ll never let you down)And I’ll never go away (And I’ll never go away)And if your ever feeling down (And if your ever feeling down)I’m just a step away
I’ll never let you downAnd I’ll never go awayAnd if your ever feeling downI’m just a step away
I’ll never let you downAnd I’ll never go awayAnd if your ever feeling downI’m just a step, just a step, just a step away
In the space between the wordsIn the silence of your eyesIn the hands that know the touchIt’s the way I feel inside